Jumat, 23 Mei 2008

10 Tahun Reformasi Belum Ada Perubahan

Menyikapi 10 tahun begulir reformasi di Indonesia, sejumlah kalangan di Kota Langsa menilai, belum ada perubahan signifikan yang terjadi, sehingga Human Development Indeks masih dikisaran 111 dari 172 negara di dunia pada tahun 2002-2003

Aliansi LSM Aceh Timur Raya, terdiri dari LBH Banda Aceh Pos Langsa, Yayasan Sheep Indonesia, FPRM, PB - HAM, LaPAK, FPL, LBH APIK ACEH, BEM STIM PASE, CSC, PAS dan MASKOT menilai, Bangsa Indonesia masih terjebak pada sikap permisif, terhadap kejahatan publik dan etos kerja yang rendah.

Sugiono,35, dari LBH Banda Aceh Pos Langsa menyebutkan, hingga kini tidak banyak terjadi perubahan karena ada sebuah warisan sistem orde baru yang dianggap sangat berbahaya dan masih mondominasi sistem pemerintahan saat ini.

“Karena hari ini memang persoalannya masih sama dengan persoalan dimasa rezim orde baru berkuasa, dimana kebijakan yang diputuskan atau kebijakan yang dikeluarkan eksekutif dan legeslatif belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat akar rumput, masih terkesan kebijakannya ini pesanan-pesanan dari pemilik modal atau pengusaha dan kepentingan-kepentingan globalisme.”ujarnya disekretariatan LBH Banda Aceh Pos Langsa, Jl. Langgar No.38, Kp.Blang seunibong Langsa Kota, Kamis (22/3)

Menurut Sugiono, untuk membangun bangsa yang kokoh, harus dimulai dari kejujuran dan ketulusan dalam mengevaluasi diri, yang selanjutnya, dapat mendorong tumbuhnya prakarsa guna melakukan perubahan, dengan kerja keras dan semangat kebersamaan.

bentuk refleksi

Dalam release press yang dilayangkan Aliansi LSM Aceh Timur Raya tertuang berbagai pendangan tentang permasalahan yang dianggap masih perlu penanganan serius dan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi seluruh Bangsa Indonesia.Pada bidang pendidikan Aliansi ini berpendapat paradigma pendidikan yang dominan di Indonesia adalah konservatif dan liberal. Paradigma pendidikan kritis belum menjadi mainstream. UAN sebagai satu-satunya standart kelulusan sangat tidak adil karena akses dan kualitas layanan pendidikan belum merata, pada sector tenaga pendidikan dirasakan masih sangat kurang, selain pendidikan dinilai belum pro rakyat dan masih pro pasar

Pada bidang penegakan hukum dan HAM Aliansi berpandangan pendidikan hukum kritis masih kurang sehingga rakyat sering dikorbankan karena ketidaktahuannya, Aliansi ini mengambil contoh pada kasus kasus sengketa tanah struktural yang belum terselesaikan, sehingga rakyat kehilangan kedaulatan atas tanahnya selain kasus pelanggaran HAM berat di Aceh yang belum terselesaikan juga hingga kini, bahkan pembentukan KKR dianggap telah kehilangan payung konstitusinya

Di bidang kesehatan dirasakan akses kesehatan kelompok masyarakat miskin dan terpencil masih sulit, mahalnya biaya kesehatan, kesejahteraan tenaga kesehatan masih sangat minim sehingga berimbas pada etos kerja yang rendah, sedangkan proses pemberdayaan masyarakat untuk pola hidup bersih dan sehat dianggap masih kurang. Anggaran kesehatan sangat minim juga menjadi sorotan dan waktu realisasinya sangat lambat dalam penanganan berbagai macam kasus kesehatan, selain potensi obat tradisional dan tenaga kesehatan tradisional kurang dioptimalkan.

Sorotan Aliansi LSM Aceh Timur Raya juga tidak lepas dari permasalahan Ekonomi dan perlindungan perempuan dan anak dimana pertumbuhan ekonomi di Aceh dirasakan masih rendah meski ada intervensi dari BRR, BRA maupun bantuan pemberdayaan ekonomi dari lembaga kemanusiaan asing, kebijakan ekonomi di Aceh masih pro pemodal besar, belum pro rakyat, sedangkan rencana kenaikan BBM akan menambah derita rakyat miskin karena efek karambolnya. Kelompok menengah ke atas akan mengalihkan beban kenaikan BBM kepada kelompok masyarakat miskin melalui mekanisme bisnis barang dan jasa.

Di mata Aliansi LSM Aceh Timur Raya kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan masih tinggi di Aceh. Anak dan perempuan tidak melawan karena alasan ketergantungan ekonomi dan kejiwaan serta dianggap sebagai aib keluarga. korban kekerasan akan menjadi pelaku kekerasan berikutnya dan beban ganda perempuan (domestik dan ekonomi) adalah praktek ketidakadilan.

rekomendasi

Dari hasil pertemuan LSM-lsm ini yang kemudian membentuk Aliansi LSM Aceh Timur Raya tercetus sebuah rekomendasi sebagai upaya mewujudkan cita-cita reformasi 1998, dimana pertama dalam penegakan Hukum dan HAM dianggap perlu membentuk KKR di Aceh, dan menyelesaikan masalah konflik pertanahan struktural, juga dipandang perlu membagikan tanah untuk rakyat miskin serta wujudkan kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul.

Kedua pada Pendidikan :pendidikan harus gratis dan berkualitas, akses pendidikan untuk masyarakat terpencil harus terbuka selebar-lebarnya, tolak Ujian Nasional (UN) sebagai satu-satunya standar kelulusan dan tingkatkan kesejahteraan dan profesionalisme tenaga pendidik.

Ketiga ekonomi : Tolak kenaikan harga BBM, turunkan harga-harga kebutuhan pokok dan ciptakan ekonomi pro-rakyat.

Keempat sektor kesehatan : aliansi meminta membuka akses kesehatan untuk masyarakat terpencil, wujudkan pelayanan kesehatan gratis dan berkualitas, pedayakan Askeskin tepat sasaran, Tingkatkan kesejahteraan dan kinerja tenaga kesehatan dan tingkatkan anggaran bagi kesehatan

Kelima bidang perlindungan perempuan dan anak, aliansi merekomendasikan penghentian perdagangan manusia dan eksploitasi anak dan tindak tegas pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Dan ke enam rekomendasi terhadap Kebijakan Pemerintah dimana perlu adanya Transparansi anggaran ke publik, dan permudah akses untuk mendapatkan informasi tentang anggaran dan kebijakan serta melibatkan masyarakat dalam pengambilan kebijakan.

Tidak ada komentar: