Jumat, 23 Mei 2008

Negeri 10th Reformasi dan 100th Indonesia BISA..!!!

Awal bulan ini menjadi sangat mencekam karena fenomena baru akan segera tiba, dimana harga-harga melambung sementara take home pay tidak mencukupi. Kenaikan BBM–menurut Menko Perekonomian Budiono minimal 20% yang dinilai tidak akan mengurangi daya beli masyarakat (masyarakat tetap beli tapi menjerit), Wapres Yusuf Kalla juga sangat menyakini bahwa angka kemiskinan tidak akan bertambah seiring naiknya BBM–adalah biang dari melambungnya harga-harga kebutuhan mulai dari bahan pangan, sebagai kebutuhan individu hingga kembang kempisnya dunia industri yang mengkonsumsi BBM dalam jumlah besar, bisa dibayangkan fenomena PHK akan kembali mencuat seiring dengan jeritan para pengusaha disektor industri tersebut.

Tarif angkutan umum mulai dari angkot sampai taksi tidak ketinggalan untuk ikutan naik, wajar, wong mereka pakai BBM, kecuali pakai air laut atau angin, murah banget.

Pemerintah menggalakan hemat energi di segala bidang, pada kenyataannya pemerintah belum bisa memaksakan program hemat energi sebagai alat survive dari kiamat yang makin dekat.

Daya serap dunia kerja terhadap potensi-potensi yang idle masih dirasa kurang, kaum jobless masih banyak sementara harga tempe dan sayuran yang biasa mereka makan bakal merangkak naik. Inikah yang dijanjikan oleh reformasi yang telah bergulir selama 10 tahun. Penulis berpikir ini adalah akibat dari demokrasi dan era kebebasan yang kebablasan, tidak ada yang bisa mengendalikan arahnya.

Masyarakat Indonesia lagi-lagi dituntut untuk membeli dengan harga tinggi, bangsa diajarkan hidup di negara maju dimana semua harga serba mahal, apa negeri ini akan disamakan dengan negeri Paman Sam itu?

Beberapa fenomena menarik yang terjadi pada detik-detik kenaikan BBM adalah, mereka yang pintar dan cerdas mengakali BBM dengan sumber daya energi alternatif, ini berarti mereka jadi kreatif seperti diberitakan Good Morning edisi Kami, 22/05/2008 di Trans TV. Tapi mereka yang tidak pintar dan cerdas memilih jalan alternatif untuk menyudahi kehidupannya dengan bunuh diri. Media televisi gak bosan-bosan menyiarkan orang mati bunuh diri karena himpitan ekonomi.

Pagi ini di Detik.com Indonesia kehilangan salah satu penemu blue energi (menjadikan potensi air sebagai energi alternatif) Joko Suprapto, mabes polri merasa belum diperintah dan tidak ada delik aduan apa yang bisa diperbuat.

Kalau saja Indonesia tidak merasa hutang budi dan dapat mandiri membangun bangsanya, Indonesia pasti sejahtera, berapa banyak tenaga ahli Indonesia yang tidak difasilitasi oleh negara, padahal mereka dapat mengolah air banjir di Jakarta beberapa waktu lalu menjadi air siap minum hanya dalam waktu tidak lebih dari 1 (satu) jam. dengan demikian Indonesia tidak perlu repot-repot menjalin kerjasama dengan Thames dan Palyja untuk mengelola air di Ibukota dan propinsi lainnya. apa ini karena pemerintahnya takut miskin tanpa bantuan kapitalis asing yang kejam itu.

Anak bangsa yang ahli dibiarkan membusuk di laboratoriumnya sendiri. Akhirnya, dengan berpatokan pada adagium klasik “Berhentinya Air jadi penyakit” mereka coba untuk melangkah keluar dari negeri ini dan menjadi tenaga ahli di luar negeri. daripada sekedar masturbasi dengan teori-teorinya di laboratorium sendiri.

Mengenaskan nasib bangsa ini, padahal baru saja kemarin diselenggarakan 100 tahun kebangkitan dengan semboyan Indonesia Bisa!!.

Lama-lama anak bangsa ini menjadi apatis dengan konsep negara ini, hidup di negara ini bukan sekedar sakit hati karena tidak difasilitasinya keahlian oleh negara, tapi juga BISA GILA…!!!

Tidak ada komentar: